Prakiraan Harga Perak: XAG/USD Naik ke Dekat $29,00 Jelang NFP AS
- Harga Perak menguat menjelang rilis data ekonomi AS termasuk Nonfarm Payrolls pada hari Jumat.
- Skenario ekonomi AS yang kompleks dapat meningkatkan permintaan aset-aset yang kurang berisiko seperti Perak.
- Tingginya kekhawatiran terhadap prospek ekonomi Tiongkok dapat berdampak negatif pada permintaan logam industri.
Harga Perak (XAG/USD) terapresiasi ke dekat $29,00 per troy ounce selama jam-jam awal Eropa pada hari Jumat. Para pedagang menilai data Nonfarm Payrolls dan Pendapatan Per Jam Rata-Rata AS untuk bulan Juli, yang akan dirilis nanti di sesi Amerika Utara, untuk mencari wawasan tentang pasar tenaga kerja AS.
Data manufaktur dan pasar tenaga kerja terbaru telah menciptakan skenario kompleks yang melibatkan perlambatan ekonomi di Amerika Serikat dan meningkatnya ekspektasi penurunan suku bunga Federal Reserve. Jika penurunan ekonomi memburuk secara signifikan, itu dapat meredam sentimen pasar, membuat penurunan suku bunga The Fed kurang berdampak. Dalam konteks ini, permintaan aset-aset yang lebih aman seperti Perak dapat meningkat.
Indeks Manajer Pembelian (IMP) Manufaktur ISM AS anjlok ke terendah delapan bulan di 46,8 pada bulan Juli, dibandingkan dengan sebelumnya 48,5 dan prakiraan naik ke 48,8. Klaim Pengangguran Awal AS untuk pekan yang berakhir pada 26 Juli naik ke 249 ribu dari minggu sebelumnya 235 ribu, melampaui prakiraan naik ke 236 ribu.
Di Tiongkok, IMP Manufaktur Caixin untuk bulan Juli di 49,8, di bawah prakiraan 51,5 dan turun dari sebelumnya 51,8. Data Indeks Manajer Pembelian (IMP) Tiongkok yang lemah menimbulkan kekhawatiran terhadap aktivitas ekonomi di pusat manufaktur dunia. Situasi ini dapat berdampak negatif terhadap permintaan Perak, karena logam mulia tersebut sangat penting dalam berbagai penerapan industri, termasuk elektronik, panel surya, dan komponen-komponen otomotif.
Selain itu, permintaan logam abu-abu sebagai aset safe haven meningkat karena eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Ketegangan di Timur Tengah masih tinggi menyusul pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Iran.
Menurut New York Times pada hari Rabu, Haniyeh tewas di ibu kota Iran setelah menghadiri pelantikan presiden baru. Baik pejabat Iran maupun Hamas menuduh Israel berada di balik serangan itu.