Rupiah Menguat Tajam ke Bawah 16.300, Gerus Dolar AS Usai BI Pangkas Suku Bunga

  • Rupiah menguat dengan menembus support 16.400 dan 16.300 usai Bank Indonesia memangkas suku bunga 25 bp menjadi 5,50%, langkah yang dipandang positif oleh pasar.
  • Dolar AS melemah secara global akibat penurunan peringkat kredit oleh Moody’s, tunggu hasil pemungutan suara "One Big Beautiful Bill Act" usulan Trump.
  • Analis OCBC memperingatkan bahwa defisit fiskal AS dan kebijakan tarif Trump memperburuk kepercayaan terhadap USD, mendorong aliran keluar dari aset berbasis Dolar.

Nilai tukar Rupiah Indonesia (IDR) terhadap Dolar AS (USD) terus menunjukkan tren penguatan yang signifikan. Pada perdagangan hari Rabu menjelang sesi Amerika, pasangan mata uang USD/IDR jatuh menembus dua area support penting sekaligus yang tercatat di 16.400 dan 16.300 dalam satu gerakan besar, yang sejauh ini tengah berada di level Rp16.296 usai Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga.

Pemangkasan Suku Bunga Bank Indonesia Melejitkan Rupiah

Pada pertemuan bulan Mei, Bank Indonesia telah memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin ke level 5,50% dari 5,75%. Selain itu BI juga memangkas suku bunga Deposit Facility sebesar 25 basis poin menjadi 4,75% dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 basis poin menjadi 6,25%.

Langkah ini mencerminkan niat BI untuk memberikan stimulus tambahan guna mendorong pertumbuhan ekonomi domestik yang tengah menghadapi tantangan global. Meskipun pemangkasan suku bunga biasanya bisa melemahkan mata uang, penguatan Rupiah justru terjadi karena keputusan BI dipandang sebagai bentuk respons yang proaktif dan memperkuat kepercayaan investor terhadap arah kebijakan ekonomi nasional.

BI akan terus waspada karena ketidakpastian perekonomian global tetap tinggi di tengah masih banyaknya perubahan dalam negosiasi perdagangan antara Amerika Serikat dengan Tiongkok dan negara-negara lainnya.

Rupiah tercatat menguat sebesar 1,13% dibandingkan posisi akhir April 2025. Penguatan ini menjadikan Rupiah salah satu mata uang dengan kinerja terbaik di kawasan, di tengah tekanan global yang melanda pasar keuangan dunia. Penguatan Rupiah tidak hanya terbatas terhadap Dolar AS, namun juga terlihat konsisten terhadap kelompok mata uang negara berkembang mitra dagang utama Indonesia, serta mata uang negara maju non-Dolar AS, mencerminkan kepercayaan pasar yang luas terhadap stabilitas makroekonomi nasional.

Dolar AS Lunglai, Daya Tariknya Berkurang secara Luas

Dari sisi eksternal, Dolar AS melemah terhadap mayoritas mata uang utama. Penurunan peringkat kredit oleh Moody’s dan meningkatnya ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Federal Reserve telah mengurangi daya tarik Dolar sebagai aset safe haven. Indeks Dolar AS (DXY) tertekan lebih jauh di bawah level 100, meskipun pada saat berita ini ditulis, indeks ini memantul sedikit dari level terendah di 99,40 ke 99,60 dalam perdagangan harian.

Pasar akan mencermati pidato yang akan disampaikan oleh sejumlah pejabat The Fed di sesi Amerita Utara, serta menunggu hasil pemungutan suara di DPR terkait "One Big Beautiful Bill Act" yang diusulkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Komite Anggaran Federal memprakirakan bahwa RUU DPR akan menambah beban utang sekitar US$3,3 triliun selama dekade berikutnya.

Analis OCBC, Frances Cheung dan Christopher Wong, menilai penurunan peringkat Moody’s menjadi pengingat bahwa defisit anggaran AS tanpa disiplin fiskal dan ketidakpastian kebijakan akibat tarif Trump melemahkan status USD sebagai mata uang cadangan utama. Mereka memprakirakan arus diversifikasi aset dari USD dan lindung nilai yang lebih agresif akan menekan USD ke depan.

Indikator Ekonomi

Tingkat Suku Bunga Bank Indonesia

Keputusan Tingkat Suku Bunga diumumkan oleh Bank Indonesia. Kebijakan Moneter mengacu pada tindakan yang dilakukan oleh otoritas moneter suatu negara, bank sentral atau pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu dalam ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada hubungan antara suku bunga di mana uang dapat dipinjam dan pasokan total uang.

Baca lebih lanjut

Rilis terakhir: Rab Mei 21, 2025 07.30

Frekuensi: Tidak teratur

Aktual: 5.5%

Konsensus: 5.5%

Sebelumnya: 5.75%

Sumber: Bank Indonesia

Dolar AS FAQs

Dolar AS (USD) adalah mata uang resmi Amerika Serikat, dan mata uang 'de facto' di sejumlah besar negara lain tempat mata uang ini beredar bersama mata uang lokal. Dolar AS adalah mata uang yang paling banyak diperdagangkan di dunia, mencakup lebih dari 88% dari seluruh perputaran valuta asing global, atau rata-rata $6,6 triliun dalam transaksi per hari, menurut data dari tahun 2022. Setelah perang dunia kedua, USD mengambil alih posisi Pound Sterling Inggris sebagai mata uang cadangan dunia. Selama sebagian besar sejarahnya, Dolar AS didukung oleh Emas, hingga Perjanjian Bretton Woods pada tahun 1971 ketika Standar Emas menghilang.

Faktor tunggal terpenting yang memengaruhi nilai Dolar AS adalah kebijakan moneter, yang dibentuk oleh Federal Reserve (The Fed). The Fed memiliki dua mandat: mencapai stabilitas harga (mengendalikan inflasi) dan mendorong lapangan kerja penuh. Alat utamanya untuk mencapai kedua tujuan ini adalah dengan menyesuaikan suku bunga. Ketika harga naik terlalu cepat dan inflasi berada di atas target The Fed sebesar 2%, The Fed akan menaikkan suku bunga, yang membantu nilai USD. Ketika inflasi turun di bawah 2% atau Tingkat Pengangguran terlalu tinggi, The Fed akan menurunkan suku bunga, yang membebani Greenback.

Dalam situasi ekstrem, Federal Reserve juga dapat mencetak lebih banyak Dolar dan memberlakukan pelonggaran kuantitatif (QE). QE adalah proses di mana Fed secara substansial meningkatkan aliran kredit dalam sistem keuangan yang macet. Ini adalah langkah kebijakan nonstandar yang digunakan ketika kredit telah mengering karena bank tidak akan saling meminjamkan (karena takut gagal bayar oleh rekanan). Ini adalah pilihan terakhir ketika hanya menurunkan suku bunga tidak mungkin mencapai hasil yang diinginkan. Itu adalah senjata pilihan The Fed untuk memerangi krisis kredit yang terjadi selama Krisis Keuangan Besar pada tahun 2008. Hal ini melibatkan The Fed yang mencetak lebih banyak Dolar dan menggunakannya untuk membeli obligasi pemerintah AS terutama dari lembaga keuangan. QE biasanya menyebabkan Dolar AS melemah.

Pengetatan kuantitatif (QT) adalah proses sebaliknya di mana Federal Reserve berhenti membeli obligasi dari lembaga keuangan dan tidak menginvestasikan kembali pokok dari obligasi yang dimilikinya yang jatuh tempo dalam pembelian baru. Hal ini biasanya positif bagi Dolar AS.

Bagikan: Pasokan berita